Kajian Deiksis pada artikel “Ziyad Books Awalnya Bermodal Nekat” Majalah Hadila Edisi 31 Januari 2010

Rabu, 26 Desember 20120 komentar



Kajian Deiksis pada artikel “Ziyad Books Awalnya Bermodal Nekat” Majalah Hadila
Edisi 31 Januari 2010

ABSTRAK

Analisis deiksis pada artikel ini bertujuan untuk mengetahui hakikat deiksis, jenis-jenis deiksis, dan penggunaan deiksis di dalam artikel tersebut. Deiksis merupakan suatu gejala semantis yang terdapat pada kata atau konstruksi yang acuannya dapat ditafsirkan sesuai dengan situasi pembicaraan dan menunjuk pada sesuatu di luar bahasa seperti kata tunjuk, pronomina, dan sebagainya. Jenis-jenis deiksis adalah deiksis persona, waktu, tempat, wacana, sosial, dan penunjuk. Deiksis wacana mengacu pada perujukan anafora dan katafora. Perujukan atau penunjukan dapat ditujukan pada bentuk atau konstituen sebelumnya yang disebut anafora. Perujukan dapat pula ditujukan pada bentuk yang akan disebut kemudian. Bentuk rujukan seperti itu disebut dengan katafora. Fenomena deiksis merupakan cara yang paling jelas untuk menggambarkan hubungan antara bahasa dan konteks dalam struktur bahasa itu sendiri. Kita akan mengetahui penggunaan deiksis pada artikel ini sehingga kita akan lebih mengerti hakikat deiksis.
Kata Kunci: deiksis, persona, tempat, waktu, wacana, sosial, penunjuk, anafora, katafora.
                                                                                                                   
1.        Pendahuluan
Manusia adalah makhluk sosial. Mereka harus bergaul dengan manusia lain yang di sekitarnya untuk dapat menjalani hidup dengan normal. Sejak lahir dia sudah bergaul sosial dengan terdekat, yaitu komunikasi satu arah (pada saat bayi hanya mendengarkan orangtua berbicara). Dalam perkembangan hidup selanjutnya, dia mulai memeroleh bahasa setahap demi setahap dan mulai berkomunikasi dua arah. Pada saat yang sama, dia juga sudah dibawa ke dalam kehidupan sosial yang terdapat norma-norma berperilaku. Norma-norma atau rambu-rambu ini diperlukan karena meskipun manusia itu dilahirkan bebas, tetap saja dia harus hidup bermasyarakat. Ini berarti bahwa dia harus pula menguasai norma-norma sosial budaya yang berlaku dalam masyarakat tersebut. Sebagian dari norma-norma ini tertanam dalam bahasa sehingga kompetensi anak tidak hanya terbatas pada pemakaian bahasa (language usage), tetapi juga penggunaan bahasa (language use). Dengan kata lain, anak harus pula menguasai kemampuan pragmatik.
Dalam pandangan komplementarisme disebutkan bahwa semantik dan pragmatik merupakan dua kajian bidang yang komplementer (saling melengkapi), keduanya sama-sama mengkaji makna bahasa. Bedanya, jika semantik mengkaji makna bahasa dalam konteks lingusitik (mikrolinguistik), maka pragmatik mengkaji makna bahasa di atas linguistik (makrolinguistik). Sebuah ilustrasi, suatu informasi pada dasarnya mensyaratkan kecukupan (sufficient) dalam struktur internal informasi itu sendiri sehingga orang yang diajak komunikasi dapat memahami pesan dengan tepat. Persoalan akan muncul, bagaimana jika informasi itu hanya dapat dipahami dari konteksnya. Deiksis adalah istilah yang digunakan untuk menunjukkan hadirnya acuan ini dalam suatu informasi. Dengan kata lain deiksis merupakan ikhtiar pragmatik untuk memahami makna semantik. Pada artikel berjudul ini, penulis akan membahasnya sehingga pembaca akan lebih mudah memahami ihwal mengenai deiksis.
Dari latar belakang yang di sampaikan di atas, ada beberapa permasalah yang disampaikan yaitu: (1) Apakah deiksis itu?, (2) Apa sajakah jenis-jenis deiksis?, (3) Bagaimanakah deiksis yang digunakan dalam artikel berjudul “Ziyad Books Awalnya Bermodal Nekat”?
Dari rumusan di atas, tujuan dari penulisan makalah ini adalah (1) untuk mengetahui pengertian deiksis, (2) untuk mengetahui jenis-jenis deiksis, (3) untuk mengetahui penggunaan deiksis pada artikel berjudul “Ziyad Books Awalnya Bermodal Nekat”.

2.             Kajian Teori
Pengertian Deiksis
Deiksis berasal dari kata Yunani  kuno yang berarti “menunjukkan atau menunjuk”. Dengan kata lain informasi kontekstual secara leksikal maupun gramatikal yang menunjuk pada hal tertentu baik benda, tempat, ataupun waktu itulah yang disebut dengan deiksis, misalnya he, here, now. Ketiga ungkapan itu memberi perintah untuk menunjuk konteks tertentu agar makna ujaran dapat di pahami dengan tegas. Deiksis adalah gejala semantis yang terdapat pada kata atau konstruksi yang hanya dapat ditafsirkan acuannya dengan memperhitungkan situasi pembicaraan (Hasan Alwi, 1998:42)
Menurut Bambang Yudi Cahyono (1995: 217 dalam http://suluhpendidikan.blogspot.com/2009/01/deiksis-dalam-kajian-pragmatik.html), deiksis adalah suatu cara untuk mengacu ke hakekat tertentu dengan menggunakan bahasa yang hanya dapat ditafsirkan menurut makna yang diacu oleh penutur dan dipengaruhi situasi pembicaraan, sedangkan menurut Kridalaksana (2008: 45), deiksis adalah hal atau fungsi yang menunjuk sesuatu di luar bahasa; kata tunjuk pronomina, tempat, dan waktu.
Berdasarkan beberapa pendapat, dapat dinyatakan bahwa deiksis merupakan suatu gejala semantis yang terdapat pada kata atau konstruksi yang acuannya dapat ditafsirkan sesuai dengan situasi pembicaraan dan menunjuk pada sesuatu di luar bahasa seperti kata tunjuk, pronomina, dan sebagainya. Perujukan atau penunjukan dapat ditujukan pada bentuk atau konstituen sebelumnya yang disebut anafora. Perujukan dapat pula ditujukan pada bentuk yang akan disebut kemudian. Bentuk rujukan seperti itu disebut dengan katafora.
Fenomena deiksis merupakan cara yang paling jelas untuk menggambarkan hubungan antara bahasa dan konteks dalam struktur bahasa itu sendiri. Kata seperti saya, sini, sekarang adalah kata-kata deiktis, yaitu kata yang bersifat deiksis. Kata-kata ini tidak memiliki referen yang tetap. Referen kata saya, sini, sekarang baru dapat diketahui maknanya jika diketahui pula siapa, di tempat mana, dan waktu kapan kata-kata itu diucapkan. Jadi, yang menjadi pusat orientasi deiksis adalah penutur atau pembicara.

3.        Pembahasan
Jenis-Jenis Deiksis
Dalam kajian pragmatik, deiksis dapat dibagi menjadi jenis-jenis berikut ini.
a.        Deiksis Persona                                                                                                                    
Istilah persona berasal dari kata Latin persona sebagai terjemahan dari kata Yunani prosopon, yang artinya topeng (topeng yang dipakai seorang pemain sandiwara), berarti juga peranan atau watak yang dibawakan oleh pemain sandiwara. Istilah persona dipilih oleh ahli bahasa waktu itu disebabkan oleh adanya kemiripan antara peristiwa bahasa dan permainan bahasa (Lyons, 1977: 638 dalam Djajasudarma, 1993: 44 terdapat dalam http://yusrizalfirzal.wordpress.com/2011/03/11/deiksis/). Deiksis perorangan (person deixis); menunjuk peran dari partisipan dalam peristiwa percakapan misalnya pembicara, yang dibicarakan, dan entitas yang lain.
Deiksis orang ditentukan menurut peran peserta dalam peristiwa bahasa. Peran peserta itu dapat dibagi menjadi tiga. Pertama ialah orang pertama, yaitu kategori rujukan pembicara kepada dirinya atau kelompok yang melibatkan dirinya, misalnya saya, kita, dan kami. Kedua ialah orang kedua, yaitu kategori rujukan pembicara kepada seorang pendengar atau lebih yang hadir bersama orang pertama, misalnya kamu, kalian, saudara. Ketiga ialah orang ketiga, yaitu kategori rujukan kepada orang yang bukan pembicara atau pendengar ujaran itu, baik hadir maupun tidak, misalnya dia dan mereka.
Contoh:
Ada 2 orang di kebun. Mereka sedang menanam ketela. (paragraf 1)
Pada kalimat di atas, terdapat deiksis persona berbentuk kata “mereka” yang mengacu pada dua orang.

b.        Deiksis Tempat
Deiksis tempat ialah pemberian bentuk pada lokasi menurut peserta dalam peristiwa bahasa. Semua bahasa -termasuk bahasa Indonesia- membedakan antara “yang dekat kepada pembicara” (di sini) dan “yang bukan dekat kepada pembicara” (termasuk yang dekat kepada pendengar -di situ) (Nababan, 1987: 41). Contoh:
a)      Duduklah kamu di sini.
b)      Di sini dijual gas Elpiji.
Frasa di sini pada kalimat (a) mengacu ke tempat yang sangat sempit, yakni sebuah kursi atau sofa. Pada kalimat (b), acuannya lebih luas, yakni suatu toko atau tempat penjualan yang lain.

c.         Deiksis Waktu
Deiksis waktu ialah pemberian bentuk pada rentang waktu seperti yang dimaksudkan penutur dalam peristiwa bahasa (Nababan, 1987: 41). Contoh:
a)      Kita harus berangkat sekarang.
b)      Harga barang naik semua sekarang.
Kata sekarang pada kalimat (a) mengacu pada waktu yang sempit (ke jam atau menit). Pada kalimat (b), acuannya pada waktu yang lebih luas, mungkin sejak bulan lalu sampai hari ini.
                                                                                                
d.        Deiksis Wacana
Deiksis wacana ialah rujukan pada bagian-bagian tertentu dalam wacana yang telah diberikan atau sedang dikembangkan (Nababan, 1987: 42). Deiksis wacana mencakup anafora dan katafora. Anafora ialah penunjukan kembali kepada sesuatu yang telah disebutkan sebelumnya dalam wacana dengan pengulangan atau substitusi. Katafora ialah penunjukan ke sesuatu yang disebut kemudian. Bentuk-bentuk yang dipakai untuk mengungkapkan deiksis wacana itu adalah kata/frasa ini, itu, yang terdahulu, yang berikut, yang pertama disebut, begitulah, dsb. Contoh:
a)    “Paman datang dari desa kemarin dengan membawa hasil palawijanya”.
b)   “Karena aromanya yang khas, mangga itu banyak dibeli”.
Dari kedua contoh di atas dapat kita ketahui bahwa “-nya” pada contoh (a) mengacu ke paman yang sudah disebut sebelumnya, sedangkan pada contoh (b) mengacu ke mangga yang disebut kemudian.
           
e.         Deiksis Sosial
Deiksis sosial ialah rujukan yang dinyatakan berdasarkan perbedaan kemasyarakatan yang mempengaruhi peran pembicara dan pendengar. Perbedaan itu dapat ditunjukkan dalam pemilihan kata. Dalam beberapa bahasa, perbedaan tingkat sosial antara pembicara dengan pendengar yang diwujudkan dalam seleksi kata dan/atau sistem morfologi kata-kata tertentu (Nababan, 1987: 42). Dalam bahasa Jawa umpamanya, memakai kata nedo dan kata dahar (makan), menunjukkan perbedaan sikap atau kedudukan sosial antara pembicara, pendengar dan/atau orang yang dibicarakan/bersangkutan. Secara tradisional perbedaan bahasa (atau variasi bahasa) seperti itu disebut “tingkatan bahasa”, dalam bahasa Jawa, ngoko dan kromo. Aspek berbahasa seperti ini disebut “kesopanan berbahasa”, “unda-usuk”, atau ”etiket berbahasa” (Geertz, 1960 dalam Nababan, 1987: 42-43).

f.         Deiksis Penunjuk
Di dalam bahasa Indonesia kita menyebut demontratif (kata ganti penunjuk): ini untuk menunjuk sesuatu yang dekat dengan penutur, dan itu untuk menunjuk sesuatu yang jauh dari pembicara. “Sesuatu” itu bukan hanya benda atau barang melainkan juga keadaan, peristiwa, bahkan waktu. Perhatikan penggunaannya dalam kalimat-kalimat berikut.
a)        Masalah ini harus kita selesaikan segera.
b)        Ketika peristiwa itu terjadi, saya masih kecil.
c)        Saat ini saya belum bisa berbicara.
Contoh-contoh di atas menunjukan, penggunaan deiksis ini dan itu tampaknya bergantung kepada sikap penutur terhadap hal-hal yang ditunjuk; jika dia “merasa” sesuatu itu dekat dengan dirinya, dia akan memakai ini, sebaliknya itu digunakan untuk menyatakan sesuatu yang jauh darinya.

Data dan Pembahasan                     
Sumber Artikel: Majalah Hadila Edisi 31 Januari 2010 (terlampir)
Hasil analisis deiksis pada artikel “Ziyad Books Awalnya Bermodal Nekat” sebagai berikut.
     1.    Apakah Anda seorang yang gemar membaca? Jika ya, tentulah Anda tidak asing lagi dengan yang satu ini. Dan jika Anda bukan orang yang gemar baca, jangan khawatir, kita akan sama-sama mengenal lebih dekat Ziyad Books. (par.1)
Terdapat :
      ·         Deiksis persona katafora berbentuk kata “Andayang mengacu pada pembaca artikel ini.
      ·         Deiksis persona katafora berbentuk kata “kitayang mengacu pada pembaca dan penulis artikel ini.
      ·         Deiksis penunjuk katafora berbentuk kata “ini” yang mengacu pada Ziyad Books.
     2.    ..... Berbekal pengalaman yang ia miliki sebagai seorang pekerja di sebuah penerbitan, maka ia pun memutuskan menjadi seorang owner sebuah penerbit. Bisa dibilang, hanya dengan modal nekat ia mendirikan perusahaan penerbitan, karena saat itu ia tidak memiliki modal yang cukup. Usaha yang keras akhirnya pun membuahkan hasil, bulan Desember 2005 berdirilah........ (par.2)
Terdapat:
      ·         Deiksis persona anafora berbentuk kataia” yang mengacu pada Rubiyanta.
      ·         Deiksis waktu katafora berbentuk frasa “saat itu” yang mengacu pada tahun 2005.
     3.    .... akan ilmu dan pengetahuan. Alasan itulah yang menginspirasi Rubi untuk memberi nama Ziyad Books yang artinya tumbuh dan berkembang. (par.3)
Terdapat:
      ·         Deiksis penunjuk anafora berbentuk kata “itulah” yang mengacu pada usaha penerbitan akan terus ada dan berkembang seiring dengan kebutuhan orang akan ilmu pengetahuan
     4.    .... merupakan faktor utama bagi Rubiyanta dalam menjalankan bisnis ini. .... Ia yakin dalam menerbitkan buku-buku Islam akan membawa kemanfaatan yang besar baik di dunia maupun di akhirat kelak.(par.4)
Terdapat:
      ·         Deiksis penunjuk anafora berbentuk kata “ini  yang mengacu pada penerbitan (Ziyad Books).
      ·         Deiksis persona anafora berbentuk kata “ia” yang mengacu pada Rubiyanta.
      ·         Deiksis waktu katafora berbentuk kata “kelak” yang mengacu pada dunia akhirat (yang akan datang).
     5.    Seorang pengusaha menurut ayah dua orang anak ini,.... (par.5)
Terdapat:
      ·         Deiksis persona katafora berbentuk kata “ini” yang mengacu pada Rubiyanta.
     6.    Hal ini penting karena semakin banyak pesaing di pasaran, sehingga kita harus memiliki ciri khusus yang membedakan dan menjadi keunggulan tersendiri bagi perusahaan.
Terdapat:
      ·         Deiksis cara anafora berbentuk kata “ini” yang mengacu pada daya kreativitas dan inovasi (pada paragraf 4).
     7.    Apalagi untuk penerbit buku-buku Islam di kota Solo tercinta ini.
Terdapat:
      ·         Deiksis tempat anafora berbentuk kata “ini” yang mengacu pada kota Solo.
     8.    Saat ini Ziyad Books telah memiliki 13 orang karyawan yang siap menjadikan Ziyad sebagai penerbit buku berkelas internasional. (par.7)
Terdapat:
      ·         Deiksis waktu anafora berbentuk frasa saat ini” yang mengacu pada tahun sekarang (saat artikel ini terbit, yaitu tahun 2010).
     9.    Menurut Rubi, sebagai generasi muda bangsa Indonesia kita harus memiliki jiwa entrepeneurship. (par. 8)
Terdapat:
      ·         Deiksis persona anafora yang berbentuk kata “kita” yang mengacu pada generasi muda bangsa Indonesia (penulis dan pembaca artikel ini).
10.    Mereka mengadakan demonstrasi karena alasan-alasan ini.
Terdapat:
      ·         Deiksis persona katafora berbentuk kata “mereka” yang mengacu pada orang-orang yang berdemonstrasi.
      ·         Kehilangan deiksis cara pada kata “ini” karena tidak mengacu pada kata sebelumnya maupun sesudahnya (tidak jelas).



Simpulan
Dari uraian pembahasan di atas, pada artikel berjudul “Ziyad Books Awalnya Bermodal Nekat” ini terdapat beberapa deiksis baik itu anafora maupun katafora, yaitu deiksis persona, deiksis tempat, deiksis waktu, dan deiksis cara. Namun, deiksis persona berbentuk kata “kita”, “ia”, dan “Anda” merupakan deiksis terbanyak yang ditemui di dalam artikel ini.

Daftar Pustaka         

Firdawati. 2011. Deiksis. Terdapat dalam http://yusrizalfirzal.wordpress.com/2011/03/11/deiksis/. Diunduh pada 5 April 2011 pukul 23.07 WIB.

Harimurti Kridalaksana. 2008. Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Hasan Alwi, dkk. 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

I Wayan Pariawan. 2008. Deiksis dalam Kajian Pragmatik. Terdapat dalam http://suluhpendidikan.blogspot.com/2009/01/deiksis-dalam-kajian-pragmatik.html. Diunduh pada 5 April 2011 pukul 23.20 WIB.

P.W.J. Nababan. 1987. Ilmu Pragmatik: Teori dan Penerapannya, Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.


Share this article :
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Johan Budi - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger