Kajian Deiksis pada
artikel “Ziyad Books Awalnya Bermodal Nekat” Majalah Hadila
Edisi 31 Januari 2010
ABSTRAK
Analisis
deiksis pada artikel ini bertujuan untuk mengetahui hakikat deiksis,
jenis-jenis deiksis, dan penggunaan deiksis di dalam artikel tersebut. Deiksis
merupakan suatu gejala semantis yang terdapat pada kata atau konstruksi yang
acuannya dapat ditafsirkan sesuai dengan situasi pembicaraan dan menunjuk pada
sesuatu di luar bahasa seperti kata tunjuk, pronomina, dan sebagainya.
Jenis-jenis deiksis adalah deiksis persona, waktu, tempat, wacana, sosial, dan
penunjuk. Deiksis wacana mengacu pada perujukan anafora dan katafora. Perujukan
atau penunjukan dapat ditujukan pada bentuk atau konstituen sebelumnya yang
disebut anafora. Perujukan dapat pula ditujukan pada bentuk yang akan disebut
kemudian. Bentuk rujukan seperti itu disebut dengan katafora. Fenomena deiksis
merupakan cara yang paling jelas untuk menggambarkan hubungan antara bahasa dan
konteks dalam struktur bahasa itu sendiri. Kita akan mengetahui penggunaan
deiksis pada artikel ini sehingga kita akan lebih mengerti hakikat deiksis.
Kata Kunci: deiksis, persona, tempat, waktu, wacana, sosial, penunjuk,
anafora, katafora.
1.
Pendahuluan
Manusia adalah makhluk sosial.
Mereka harus bergaul dengan manusia lain yang di sekitarnya untuk dapat
menjalani hidup dengan normal. Sejak lahir dia sudah bergaul sosial dengan
terdekat, yaitu komunikasi satu arah (pada saat bayi hanya mendengarkan
orangtua berbicara). Dalam perkembangan hidup selanjutnya, dia mulai memeroleh
bahasa setahap demi setahap dan mulai berkomunikasi dua arah. Pada saat yang
sama, dia juga sudah dibawa ke dalam kehidupan sosial yang terdapat norma-norma
berperilaku. Norma-norma atau rambu-rambu ini diperlukan karena meskipun manusia
itu dilahirkan bebas, tetap saja dia harus hidup bermasyarakat. Ini berarti
bahwa dia harus pula menguasai norma-norma sosial budaya yang berlaku dalam
masyarakat tersebut. Sebagian dari norma-norma ini tertanam dalam bahasa
sehingga kompetensi anak tidak hanya terbatas pada pemakaian bahasa (language
usage), tetapi juga penggunaan bahasa (language use). Dengan kata lain, anak
harus pula menguasai kemampuan pragmatik.
Dalam pandangan komplementarisme
disebutkan bahwa semantik dan pragmatik merupakan dua kajian bidang yang
komplementer (saling melengkapi), keduanya sama-sama mengkaji makna bahasa.
Bedanya, jika semantik mengkaji makna bahasa dalam konteks lingusitik
(mikrolinguistik), maka pragmatik mengkaji makna bahasa di atas linguistik
(makrolinguistik). Sebuah ilustrasi, suatu informasi pada dasarnya mensyaratkan
kecukupan (sufficient) dalam struktur internal informasi itu sendiri sehingga
orang yang diajak komunikasi dapat memahami pesan dengan tepat. Persoalan akan
muncul, bagaimana jika informasi itu hanya dapat dipahami dari konteksnya.
Deiksis adalah istilah yang digunakan untuk menunjukkan hadirnya acuan ini
dalam suatu informasi. Dengan kata lain deiksis merupakan ikhtiar pragmatik
untuk memahami makna semantik. Pada artikel berjudul ini, penulis akan
membahasnya sehingga pembaca akan lebih mudah memahami ihwal mengenai deiksis.
Dari latar belakang yang di
sampaikan di atas, ada beberapa permasalah yang disampaikan yaitu: (1) Apakah
deiksis itu?, (2) Apa sajakah jenis-jenis deiksis?, (3) Bagaimanakah deiksis
yang digunakan dalam artikel berjudul “Ziyad Books Awalnya Bermodal Nekat”?
Dari rumusan di atas, tujuan dari
penulisan makalah ini adalah (1) untuk mengetahui pengertian deiksis, (2) untuk
mengetahui jenis-jenis deiksis, (3) untuk mengetahui penggunaan deiksis pada
artikel berjudul “Ziyad Books Awalnya Bermodal Nekat”.
2.
Kajian Teori
Pengertian Deiksis
Deiksis
berasal dari kata Yunani kuno yang
berarti “menunjukkan atau menunjuk”. Dengan kata lain informasi kontekstual
secara leksikal maupun gramatikal yang menunjuk pada hal tertentu baik benda,
tempat, ataupun waktu itulah yang disebut dengan deiksis, misalnya he, here,
now. Ketiga ungkapan itu memberi perintah untuk menunjuk konteks tertentu agar
makna ujaran dapat di pahami dengan tegas. Deiksis adalah gejala semantis yang
terdapat pada kata atau konstruksi yang hanya dapat ditafsirkan acuannya dengan
memperhitungkan situasi pembicaraan (Hasan Alwi, 1998:42)
Menurut
Bambang Yudi Cahyono (1995: 217 dalam http://suluhpendidikan.blogspot.com/2009/01/deiksis-dalam-kajian-pragmatik.html), deiksis adalah suatu cara untuk mengacu ke hakekat
tertentu dengan menggunakan bahasa yang hanya dapat ditafsirkan menurut makna
yang diacu oleh penutur dan dipengaruhi situasi pembicaraan, sedangkan menurut
Kridalaksana (2008: 45), deiksis adalah hal atau fungsi yang menunjuk sesuatu
di luar bahasa; kata tunjuk pronomina, tempat, dan waktu.
Berdasarkan
beberapa pendapat, dapat dinyatakan bahwa deiksis merupakan suatu gejala
semantis yang terdapat pada kata atau konstruksi yang acuannya dapat
ditafsirkan sesuai dengan situasi pembicaraan dan menunjuk pada sesuatu di luar
bahasa seperti kata tunjuk, pronomina, dan sebagainya. Perujukan atau
penunjukan dapat ditujukan pada bentuk atau konstituen sebelumnya yang disebut
anafora. Perujukan dapat pula ditujukan pada bentuk yang akan disebut kemudian.
Bentuk rujukan seperti itu disebut dengan katafora.
Fenomena
deiksis merupakan cara yang paling jelas untuk menggambarkan hubungan antara
bahasa dan konteks dalam struktur bahasa itu sendiri. Kata seperti saya, sini,
sekarang adalah kata-kata deiktis, yaitu kata yang bersifat deiksis. Kata-kata
ini tidak memiliki referen yang tetap. Referen kata saya, sini, sekarang baru
dapat diketahui maknanya jika diketahui pula siapa, di tempat mana, dan waktu
kapan kata-kata itu diucapkan. Jadi, yang menjadi pusat orientasi deiksis
adalah penutur atau pembicara.
3.
Pembahasan
Jenis-Jenis Deiksis
Dalam kajian pragmatik, deiksis dapat dibagi menjadi jenis-jenis berikut
ini.
a. Deiksis Persona
Istilah persona berasal dari kata Latin persona sebagai terjemahan dari
kata Yunani prosopon, yang artinya
topeng (topeng yang dipakai seorang pemain sandiwara), berarti juga peranan
atau watak yang dibawakan oleh pemain sandiwara. Istilah persona dipilih oleh
ahli bahasa waktu itu disebabkan oleh adanya kemiripan antara peristiwa bahasa
dan permainan bahasa (Lyons, 1977: 638 dalam Djajasudarma, 1993: 44 terdapat
dalam http://yusrizalfirzal.wordpress.com/2011/03/11/deiksis/). Deiksis perorangan (person deixis); menunjuk peran
dari partisipan dalam peristiwa percakapan misalnya pembicara, yang
dibicarakan, dan entitas yang lain.
Deiksis orang ditentukan menurut peran peserta dalam peristiwa bahasa.
Peran peserta itu dapat dibagi menjadi tiga. Pertama ialah orang pertama, yaitu
kategori rujukan pembicara kepada dirinya atau kelompok yang melibatkan
dirinya, misalnya saya, kita, dan kami. Kedua ialah orang kedua, yaitu kategori
rujukan pembicara kepada seorang pendengar atau lebih yang hadir bersama orang
pertama, misalnya kamu, kalian, saudara. Ketiga ialah orang ketiga, yaitu
kategori rujukan kepada orang yang bukan pembicara atau pendengar ujaran itu,
baik hadir maupun tidak, misalnya dia dan mereka.
Contoh:
Ada 2 orang di
kebun. Mereka sedang menanam ketela. (paragraf
1)
Pada kalimat di
atas, terdapat deiksis persona berbentuk kata “mereka” yang mengacu pada dua
orang.
b.
Deiksis Tempat
Deiksis tempat ialah pemberian bentuk pada lokasi menurut peserta dalam
peristiwa bahasa. Semua bahasa -termasuk bahasa Indonesia- membedakan antara
“yang dekat kepada pembicara” (di sini) dan “yang bukan dekat kepada pembicara”
(termasuk yang dekat kepada pendengar -di situ) (Nababan, 1987: 41). Contoh:
a)
Duduklah kamu di sini.
b)
Di sini dijual gas Elpiji.
Frasa di sini pada kalimat (a)
mengacu ke tempat yang sangat sempit, yakni sebuah kursi atau sofa. Pada
kalimat (b), acuannya lebih luas, yakni suatu toko atau tempat penjualan yang
lain.
c. Deiksis Waktu
Deiksis
waktu ialah pemberian bentuk pada rentang waktu seperti yang dimaksudkan
penutur dalam peristiwa bahasa (Nababan, 1987: 41). Contoh:
a)
Kita harus berangkat sekarang.
b)
Harga barang naik semua sekarang.
Kata sekarang pada kalimat (a) mengacu
pada waktu yang
sempit (ke jam atau menit). Pada kalimat (b), acuannya pada waktu yang lebih luas, mungkin sejak
bulan lalu sampai hari ini.
d. Deiksis Wacana
Deiksis wacana ialah rujukan pada bagian-bagian
tertentu dalam wacana yang telah diberikan atau sedang dikembangkan (Nababan,
1987: 42). Deiksis wacana mencakup anafora dan katafora. Anafora ialah
penunjukan kembali kepada sesuatu yang telah disebutkan sebelumnya dalam wacana
dengan pengulangan atau substitusi. Katafora ialah penunjukan ke sesuatu yang
disebut kemudian. Bentuk-bentuk yang dipakai untuk mengungkapkan deiksis wacana
itu adalah kata/frasa ini, itu, yang terdahulu, yang berikut, yang pertama
disebut, begitulah, dsb. Contoh:
a) “Paman datang dari desa kemarin dengan membawa
hasil palawijanya”.
b) “Karena aromanya yang khas, mangga itu
banyak dibeli”.
Dari kedua contoh di atas dapat kita ketahui bahwa
“-nya” pada contoh (a) mengacu ke paman yang sudah disebut sebelumnya,
sedangkan pada contoh (b) mengacu ke mangga yang disebut kemudian.
e. Deiksis Sosial
Deiksis
sosial ialah rujukan yang dinyatakan berdasarkan perbedaan kemasyarakatan yang
mempengaruhi peran pembicara dan pendengar. Perbedaan itu dapat ditunjukkan
dalam pemilihan kata. Dalam beberapa bahasa, perbedaan tingkat sosial antara
pembicara dengan pendengar yang diwujudkan dalam seleksi kata dan/atau sistem
morfologi kata-kata tertentu (Nababan, 1987: 42). Dalam bahasa Jawa umpamanya,
memakai kata nedo dan kata dahar (makan), menunjukkan perbedaan sikap atau
kedudukan sosial antara pembicara, pendengar dan/atau orang yang
dibicarakan/bersangkutan. Secara tradisional perbedaan bahasa (atau variasi
bahasa) seperti itu disebut “tingkatan bahasa”, dalam bahasa Jawa, ngoko dan kromo. Aspek berbahasa seperti ini disebut “kesopanan berbahasa”,
“unda-usuk”, atau ”etiket berbahasa” (Geertz, 1960 dalam Nababan, 1987: 42-43).
f.
Deiksis Penunjuk
Di dalam bahasa Indonesia kita
menyebut demontratif (kata ganti penunjuk): ini untuk menunjuk sesuatu
yang dekat dengan penutur, dan itu untuk menunjuk sesuatu yang jauh dari
pembicara. “Sesuatu” itu bukan hanya benda atau barang melainkan juga keadaan,
peristiwa, bahkan waktu. Perhatikan penggunaannya dalam kalimat-kalimat
berikut.
a) Masalah ini harus kita selesaikan
segera.
b) Ketika peristiwa itu terjadi,
saya masih kecil.
c) Saat ini saya belum bisa berbicara.
Contoh-contoh di atas
menunjukan, penggunaan deiksis ini dan itu tampaknya bergantung
kepada sikap penutur terhadap hal-hal yang ditunjuk; jika dia “merasa” sesuatu
itu dekat dengan dirinya, dia akan memakai ini, sebaliknya itu digunakan
untuk menyatakan sesuatu yang jauh darinya.
Data dan
Pembahasan
Sumber Artikel:
Majalah Hadila Edisi 31 Januari 2010 (terlampir)
Hasil
analisis deiksis pada artikel “Ziyad Books Awalnya Bermodal Nekat” sebagai
berikut.
1.
Apakah Anda
seorang yang gemar membaca? Jika ya, tentulah Anda
tidak asing lagi dengan yang satu ini. Dan jika Anda bukan orang yang gemar baca, jangan khawatir,
kita akan sama-sama mengenal lebih dekat Ziyad Books. (par.1)
Terdapat :
·
Deiksis persona
katafora berbentuk kata “Anda” yang mengacu
pada pembaca artikel ini.
·
Deiksis persona
katafora berbentuk kata “kita” yang mengacu
pada pembaca dan penulis artikel ini.
·
Deiksis penunjuk
katafora berbentuk kata “ini” yang mengacu pada Ziyad Books.
2.
.....
Berbekal pengalaman yang ia miliki sebagai seorang pekerja di sebuah
penerbitan, maka ia pun memutuskan menjadi seorang owner sebuah
penerbit. Bisa dibilang, hanya dengan modal nekat ia mendirikan
perusahaan penerbitan, karena saat itu ia tidak memiliki modal
yang cukup. Usaha yang keras akhirnya pun membuahkan hasil, bulan Desember 2005
berdirilah........ (par.2)
Terdapat:
·
Deiksis persona anafora berbentuk kata “ia” yang
mengacu pada Rubiyanta.
·
Deiksis
waktu katafora berbentuk frasa “saat itu” yang mengacu pada tahun 2005.
3.
.... akan
ilmu dan pengetahuan. Alasan itulah yang menginspirasi Rubi untuk
memberi nama Ziyad Books yang artinya tumbuh dan berkembang. (par.3)
Terdapat:
·
Deiksis penunjuk anafora berbentuk kata “itulah” yang mengacu pada usaha
penerbitan akan terus ada dan berkembang seiring dengan kebutuhan orang akan
ilmu pengetahuan
4.
....
merupakan faktor utama bagi Rubiyanta dalam menjalankan bisnis ini. ....
Ia yakin dalam menerbitkan buku-buku Islam akan membawa kemanfaatan yang
besar baik di dunia maupun di akhirat kelak.(par.4)
Terdapat:
·
Deiksis penunjuk anafora berbentuk kata “ini” yang mengacu pada penerbitan (Ziyad Books).
·
Deiksis persona anafora berbentuk kata “ia” yang mengacu pada Rubiyanta.
·
Deiksis
waktu katafora berbentuk kata “kelak” yang mengacu pada dunia akhirat (yang
akan datang).
5.
Seorang
pengusaha menurut ayah dua orang anak ini,.... (par.5)
Terdapat:
·
Deiksis persona katafora berbentuk kata “ini” yang mengacu pada Rubiyanta.
6.
Hal ini
penting karena semakin banyak pesaing di pasaran, sehingga kita harus memiliki
ciri khusus yang membedakan dan menjadi keunggulan tersendiri bagi perusahaan.
Terdapat:
·
Deiksis cara anafora berbentuk kata “ini” yang mengacu pada daya
kreativitas dan inovasi (pada paragraf 4).
7.
Apalagi
untuk penerbit buku-buku Islam di kota Solo tercinta ini.
Terdapat:
·
Deiksis tempat anafora berbentuk kata “ini” yang mengacu pada kota Solo.
8.
Saat ini Ziyad Books telah memiliki 13 orang
karyawan yang siap menjadikan Ziyad sebagai penerbit buku berkelas
internasional. (par.7)
Terdapat:
·
Deiksis waktu anafora berbentuk frasa “saat ini” yang mengacu pada tahun
sekarang (saat artikel ini terbit, yaitu tahun 2010).
9.
Menurut
Rubi, sebagai generasi muda bangsa Indonesia kita harus memiliki jiwa
entrepeneurship. (par. 8)
Terdapat:
·
Deiksis persona anafora yang berbentuk kata “kita” yang mengacu pada generasi muda bangsa Indonesia (penulis
dan pembaca artikel ini).
10. Mereka mengadakan demonstrasi
karena alasan-alasan ini.
Terdapat:
·
Deiksis persona katafora berbentuk kata “mereka” yang mengacu pada
orang-orang yang berdemonstrasi.
·
Kehilangan deiksis cara pada kata “ini” karena tidak mengacu pada kata
sebelumnya maupun sesudahnya (tidak jelas).
Simpulan
Dari uraian pembahasan di atas, pada
artikel berjudul “Ziyad Books Awalnya Bermodal Nekat” ini terdapat beberapa
deiksis baik itu anafora maupun katafora, yaitu deiksis persona, deiksis
tempat, deiksis waktu, dan deiksis cara. Namun, deiksis persona berbentuk kata
“kita”, “ia”, dan “Anda” merupakan deiksis terbanyak yang ditemui di dalam
artikel ini.
Daftar
Pustaka
Firdawati.
2011. Deiksis. Terdapat dalam http://yusrizalfirzal.wordpress.com/2011/03/11/deiksis/. Diunduh pada 5 April 2011 pukul
23.07 WIB.
Harimurti
Kridalaksana. 2008. Kamus Linguistik. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.
Hasan Alwi,
dkk. 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
I Wayan
Pariawan. 2008. Deiksis dalam Kajian
Pragmatik. Terdapat dalam http://suluhpendidikan.blogspot.com/2009/01/deiksis-dalam-kajian-pragmatik.html. Diunduh pada 5 April 2011 pukul
23.20 WIB.
P.W.J.
Nababan. 1987. Ilmu Pragmatik: Teori dan Penerapannya, Jakarta:
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.